Mendagri: Jika Perlu Tiru Model Pak Jokowi, Tiap 3 Bulan SKPD Dipanggil.
By Admin
nusakini.com--Saat ramah tamah dengan jajaran forum pimpinan daerah se-kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), di pinggir pantai Berluli, Tjahjo Kumolo menceritakan perintah pertama yang diberikan Presiden Jokowi padanya, usai ia dilantik jadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
"Pada saat saya dilantik sebagai Mendagri arahan bapak Presiden hanya singkat kepada saya bagaimana membangun hubungan tata kelola pemerintah pusat dan daerah yang harus semakin efektif, efisien, mempercepat reformasi birokrasi yang ujung-ujungnya untuk memperkuat otonomi daerah," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, di Kabupaten Belu, NTT, kemarin.
Menurut Tjahjo, dilihat dari sejarah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mungkin baru dirinya, Mendagri yang berasal dari partai politik. Sejak dari zaman Mendagri Amir Machmud Soeparjo Rustam, Rudini, Widodo AS, Suryadi Sudirja, Yogie S Memet sampai Gamawan Fauzi, tak ada yang berlatar sebagai politisi partai. Jadi, baru dirinya Mendagri yang berasal dari partai.
"Kalau jaman dulu yang saya ingat sampai tingkat Pak Rudini, Pak Soepardjo Rustam masih komandonya jelas. Tapi setelah era reformasi ini dengan model Pilkada langsung ini, saya kira otonomi di daerah harus kuat. Bupati terpilih, dipilih oleh masyarakat," katanya.
Karena itu, menurut Tjahjo, seorang kepala daerah harus mampu mengendalikan pemerintah yang ada. Misalnya, Bupati Belu harus bisa mengendalikan roda pemerintahan di Belu. Dan, Tjahjo mengingatkan SKPD-SKPD yang ada adalah bagian perangkat yang harus dikendalikan.
"Ya kalau perlu model kayak bapak Jokowi, tiap 3 bulan SKPD panggil. Laporan kepada bupati dan wakil bupati. Apa kerjamu, apa progresmu, apa kendalanya, apa hambatannya, apa keberhasilannya," ujarnya.
Hal ini kata dia, sangat penting, sebab masyarakat mencatat janji kampanye para kepala daerah. Janji politik saat kampanye itu harus ditunaikan. Tentu lewat perencanaan yang matang. Agar dalam implementasinya itu tepat sasaran.
"Janji itu harus direncanakan dalam program tahunan atau 2 tahunan sampe 5 tahunan. Dan mohon jangan hanya berpikir jadi bupati 5 tahun saja, harus 2 periode harus punya impian punya angan-angan setelah bupati saya bisa jadi gubernur atau bisa jadi wakil gubernur," kata dia.
Maka kata dia, yang diperlukan adalah membangun sinergi dan konektivitas. Karena itu salah satu kunci menoreh prestasi kerja. Tjahjo juga mengingatkan, kepala daerah punya kewenangan untuk mengevaluasi kalau ada SKPD yang tidak mampu dalam target program. Jika dianggap gagal, SKPD bisa diganti.
"Tidak ada masalah. Kalau dia eselon II harus melalui proses terbuka, lama, Plt kan saja dulu. Kalau perlu Plt 5 tahun juga enggak ada masalah," ujarnya.
Yang penting ujar Tjahjo, program harus jalan. Tidak lupa Tjahjo juga mengingatkan, jangan karena menang Pilkada, para kepala daerah langsung membawa tim suksesnya menduduki semua posisi penting jajarannya. Harus ada proses kepegawaian.
"Ini yang harus dicermati dengan baik. Keahlian jabatan kalian. Camat juga sama, camat kan SKPD. Fungsi-fungsi pemerintahan juga harus ditonjolkan. Walaupun sekarang camatnya ini antara ada dan tiada. Karena posisi kepala desa yang begitu kuat, punya anggaran yang besar," ujarnya.
Menurut Tjahjo, aparatur Pemda tidak bisa bekerja sendirian. Ia harus berkoordinasi dan membangun sinergi dengan unsur lain, misalnya dengan jajaran TNI, kepolisian dan kejaksaan, anggota DPRD, parpol, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Sinergi yang harus terus dioptimalkan dengan baik.
"Satu hal yang selalu ingatkan dalam diri saya, jangan lupa memahami area rawan korupsi. Yaitu menyangkut perencanaan anggaran, dana hibah dan bansos, retribusi dan pajak, belanjasa barang dan jasa. Ini hatihati," katanya.
Termasuk yang terakhir yang sedang dipelototi KPK, kata dia, masalah jual beli jabatan. Semua itu adalah area rawan korupsi yang harus dicermati dengan baik. Tjahjo juga meminta, dalam merencanakan program, area rawan bencana juga mesti diperhatikan. Kepala daerah harus tahu mana kecamatan atau desa yang padat penduduk. Harus hapal pula, mana potensi daerah yang rawan bencana.
"Mana wilayah yang kekurangan air bersih, anggaran untuk pengadaan air bersih ditingkatkan," ujarnya.
Prinsipnya, perencanaan pembangunan harus matang. Serap masukan dari semua lapisan masyarakat. Dan jajaran SKPD sampai camat mesti rajin turun ke lapangan, menyerap dan mendengar apa yang dibutuhkan masyarakat. Lalu komunikasi dan koordinasi yang baik dengan DPRD harus terjalin baik. Jangan lupa komunikasi dengan anggota DPR dari daerah pemilihan NTT.
"Dengan setelah perencanaan dia bisa atau penganggarannya bagaimana. Menggunakan APBDkah, dukungan pusat atau bagaimana, menggerakkan sektor-sektor swasta yang lain," ujarnya seraya mengatakan pastikan pula program yang telah direncanakan, didukung dengan penganggaran yang baik.(p/ab)